Kha_RieZzma

Sabtu, 28 Januari 2012

SP JIWA

1. HALUSINASI

a. Halusinasi penglihatan
Diagnosa keperawatan: Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan.
Tujuan khusus: Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Tindakan keperawatan: (SP1)
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi responnya terhadap halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8. Memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan

Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
1. Salam terapeutik:
“Selamat pagi S!”
2. Evaluasi/validasi:
”Bagaimana perasaan S saat ini? Masih ingat kan sama suster?”
3. Kontrak:
a. Topik : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang halusinasi yang S alami dan cara mengendalikannya?”
b. Waktu : “Kita akan bercakap-cakap selama 20 menit saja”
c. Tempat: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di ruang ini saja?”
Kerja
”Apakah S sering mengalami sesuatu?”
”Apa yang sering S alami? Apakah bapak sering melihat sesuatu hal yang aneh?”
“Saya mengerti S melihat sesuatu hal itu, namun saya tidak bisa melihatnya?”
”Ada juga klien lain yang sering mengalami hal yang sama seperti S”
”Biasanya apa yang S lihat? ”
”Kapan biasanya sesuatu hal itu muncul?”
”Seberapa sering itu muncul?”
”Kondisi atau situasi apa yang menyebabkan sesuatu hal itu muncul?”
”Apa yang biasanya S rasakan jika sesuatu hal itu muncul?”
”Apa yang biasanya S lakukan untuk mengatasi perasaan itu?”
”Menurut S, apa yang akan terjadi jika S selalu melihatkan sesuatu hal itu?”
“Biasanya cara apa yang S lakukan?”
“Ada beberapa cara yang bisa S lakukan jika hal itu muncul lagi, bisa dengan tidur, marah atau menyibukkan diri, sehingga hal itu bisa sedikit menghilang.”
“Menurut S dari tiga cara yang saya sebutkan mana yang bisa S lakukan?”
“Mari kita diskusikan cara yang lebih baik untuk mengontrol halusinasi S. ada 4 cara untuk mengontrol halusinasi. Yang pertama dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata. Yang kedua adalah dengan menemui orang lain untuk menceritakan masalah halusinasi S. Yang ketiga S bisa melakukan jadwal kegiatan yang sudah disusun. Dan yang terakhir S bisa meminta orang lain untuk menyapa jika halusinasi S sedang muncul.”
“Menurut S, cara mana yang bisa kita gunakan?”
“ wah, bagus sekali S sudah bisa memilih cara yang akan S gunakan untuk mengurangi halusinasi?”

Terminasi
1. Evaluasi subjektif:
”Bagaimana perasaan S setelah kita berbincang-bincang, apakah S sudah
lebih memahami?”
Evaluasi objektif:
” Coba S sebutkan lagi cara yang bisa kita pakai untuk mengontrol halusinasi?”
”Bagus sekali, ternyata S mampu menyebutkan cara mengontrol halusinasi?”
2. Rencana tindak lanjut:
”Setelah saya tinggal, S bisa latihan untuk mengontrol halusinasi, dan mengulang-ulang apa yang baru saja kita pelajari.
3. Kontrak yang akan datang:
a. Topik: Bagaimana kalau nanti kita berbincang-bincang lagi mengenai obat yang harus S minum untuk membantu mengatasi halusinasi yang S alami?”
b. Waktu : “S kapan mau bertemu lagi dengan saya?” Bagaimana kalau nanti jam setengah 2?”
c. Tempat : ”S mau ngobrol-ngobrol di mana? Bagaimana kalau di sini lagi saja. Apakah S bersedia?”

b. Halusinasi dengar
Diagnosa keperawatan:
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
Tujuan khusus: Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Tindakan keperawatan: (SP1)
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi responnya terhadap halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8. Memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
1. Salam terapeutik: “Selamat pagi S!”
2. Evaluasi/validasi:”Bagaimana perasaan S saat ini? Masih ingat kan sama suster?”
3. Kontrak:
a. Topik : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang halusinasi yang S alami dan cara mengendalikannya?”
b. Waktu : “Kita akan bercakap-cakap selama 20 menit saja”
c. Tempat: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di ruang ini saja?”
Kerja
”Apakah S sering mengalami sesuatu?”
”Apa yang sering S alami? Apakah bapak sering mendengar suara-suara yang aneh?”
“Saya percaya S mendengar suara-suara itu, namun saya tidak bisa mendengarnya?”
”Ada juga klien lain yang sering mengalami hal yang sama seperti S”
”Biasanya apa yang S dengar? ”
”Kapan biasanya suara-suara itu muncul?”
”Seberapa sering suara itu muncul?”
”Kondisi atau situasi apa yang menyebabkan suara-suara itu muncul?”
”Apa yang biasanya S rasakan jika suara-suara itu muncul?”
”Apa yang biasanya S lakukan untuk mengatasi perasaan itu?”
”Menurut S, apa yang akan terjadi jika S selalu mendengarkan suara-suara itu?”
“Biasanya cara apa yang S lakukan?”
“Ada beberapa cara yang bisa S lakukan jika suara itu muncul lagi, bisa dengan tidur, marah atau menyibukkan diri, sehingga suara itu bisa sedikit menghilang.”
“Menurut S dari tiga cara yang saya sebutkan mana yang bisa S lakukan?”
“Mari kita diskusikan cara yang lebih baik untuk mengontrol halusinasi S. ada 4 cara untuk mengontrol halusinasi. Yang pertama dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata. Yang kedua adalah dengan menemui orang lain untuk menceritakan masalah halusinasi S. Yang ketiga S bisa melakukan jadwal kegiatan yang sudah disusun. Dan yang terakhir S bisa meminta orang lain untuk menyapa jika halusinasi S sedang muncul.”
“Menurut S, cara mana yang bisa kita gunakan?”
“ wah, bagus sekali S sudah bisa memilih cara yang akan S gunakan untuk mengurangi halusinasi?”
Terminasi
1. Evaluasi subjektif: ”Bagaimana perasaan S setelah kita berbincang-bincang, apakah S sudah lebih memahami?”
2. Evaluasi objektif:
” Coba S sebutkan lagi cara yang bisa kita pakai untuk mengontrol halusinasi?”
”Bagus sekali, ternyata S mampu menyebutkan cara mengontrol halusinasi?”
3. Rencana tindak lanjut:
”Setelah saya tinggal, S bisa latihan untuk mengontrol halusinasi, dan mengulang-ulang apa yang baru saja kita pelajari.
4. Kontrak yang akan datang:
a. Topik: Bagaimana kalau nanti kita berbincang-bincang lagi mengenai obat yang harus S minum untuk membantu mengatasi halusinasi yang S alami?”
b. Waktu : “S kapan mau bertemu lagi dengan saya?” Bagaimana kalau nanti jam setengah 2?”
c. Tempat : ”S mau ngobrol-ngobrol di mana? Bagaimana kalau di sini lagi saja. Apakah S bersedia?”

2. HARGA DIRI RENDAH
Diagnosa Keperawatan : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Klien dapat menilai kemampuan pasien yang dapat digunakan
c. Klien dapat memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
d. Klien dapat berlatih sesuai dengan kemampuan yang dipilih
e. Klien dapat pujian yang wajar terhadap keberhasilan yang dicapai
f. Klien dapat memasukkan kegiatannya ke dalam jadwal harian pasien

Tindakan Keperawatan
SP1 HDR
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2) Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang dapat digunakan
3) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
4) Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
5) Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

Orientasi
1. Salam terapetik
”Selamat pagi, Ibu R. Saya suster Amye Hutagalung. Hari ini saya yang akan menemani ibu.”
2. Evaluasi/validasi
”Apa yang Ibu rasakan sekarang?”
3. Kontrak (topik, waktu, tempat)
”Ibu, hari ini kita akan ngobrol-ngobrol. Bagaimana kalau kita ngobrol tentang kegiatan yang ibu sukai?”

Kerja
”Bu R, kegiatan apa yang ibu senangi? Apa ibu suka memasak dan merapikan tanaman? ”Ya, bagus sekali kegiatannya. Selain itu ada lagi tidak? Ayo coba ibu ingat-ingat lagi.”
”Nah, kegiatan itu bisa dilakukan di sini lho. Nyapu, olahraga, dan nyuci piring bisa lho.”
”Ayo, kita coba sekarang nyapu ya. Iya, bagus sekali ibu. Ibu bisa melakukannya dengan baik.”
”Sekarang, kita buat lagi jadwal kegiatan yang baru. Kita masukin ke daftarnya yuk. Kita buat sama-sama yuk.”

Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi Subjektif
”Bagaimana perasaan Ibu setelah ngobrol-ngobrol tadi?”
2) Evaluasi Objektif
”Bu tadi kita sudah bicara banyak tentang kegiatan yang disukai Ibu. Bisa Ibu sebutkan lagi?”
2. Rencana lanjut klien
”Nah, Ibu bisa melakukan semua kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang kita susun tadi. Suster akan liat ya.”
3. Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat)
”Bagaimana kalau nanti kita ketemu lagi seperti ini? Kita latihan merapikan tanaman ya. Kita akan ketemu lagi jam setengah 2 ya.”

3. ISOS
Diagnosa keperawatan : Isolasi sosial
Tujuan khusus:
Klien dapat bersosialisasi/berinteraksi dengan orang lain yang ada di lingkungannya.

Tindakan keperawatan: (SP 1)
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian.

Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
1. Salam terapeutik:
“Selamat pagi, X!”
2. Evaluasi/validasi:
”Bagaimana perasaan X saat ini? Masih ingat khan sama suster?”
3. Kontrak:
a. Topik : “Apakah ada keluhan hari ini? Bagus. Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman X?”
b. Waktu : “Kita akan selama 20 menit saja. Bagaimana apa X setuju? Baiklah.”
c. Tempat: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di bangku taman saja?”

Kerja
“Apa yang X rasakan selama dirawat di sini? Ada tidak yang X kenal di ruangan ini? Coba sebutkan siapa saja orang-orang yang X kenal di ruangan ini!”
“Apa saja kegiatan yang biasa X lakukan dengan teman-teman yang X kenal?”
“Apa yang menghambat X dalam berteman dengan orang lain, misalnya perawat atau pasien lain?”
“Menurut X, apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Coba sekarang kita catat ya. Wah, benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai klien dapat menyebutkan lebih dari 5 keuntungan).”
“Nah, kalau kerugiannya bila kita tidak memiliki teman apa ya, X? Ya, apa lagi? (sampai klin dapat menyebutkan beberapa).”
“X bisa lihat sekarang, ternyata kerugian tidak memiliki teman sangat banyak. Tapi, jika kita punya teman maka keuntungannya akan lebih banyak. Kalau begitu, apakah X ingin belajar berteman dengan orang lain? Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain? Tn AA setuju, baiklah.”
“Begini cara berkenalan dengan orang lain : kita sampaikan kalau kita mau kenalan sambil mengulurkan tangan untuk menjabat, lalu sebutkan dahulu nama kita, nama panggilan kita, asal daerah/suku kita, dan hobi kita. Contoh : (sampaikan kalau mau kenalan sambil mengulurkan tangan untuk menjabat) Nama saya Amye Hutagalung. Saya senang dipanggil Amye. Saya berasal dari Medan, Sumatera Utara. Hobi saya adalah membaca dan menyanyi. Selanjutnya, X menanyakan balik kepada teman. Contohnya : Nama Anda siapa? Senang dipanggil apa? Asal Anda dari daerah mana? Hobi apa yang Anda miliki?”
“Ayo, X. Misalnya X belum kenal dengan saya. Coba berkenalan dengan saya.”
“Iya, bagus sekali. Coba sekali lagi! Bagus.”
“Setelah X kenal dengan orang tersebut, X bisa melanjutkan percakapan tentang topik yang menyenangkan untuk X bicarakan bersama dengan teman. Misalnya, tentang cuaca mendung, tentang olahraga, tentang keluarga, pekerjaan, dan lain sebagainya.”

Terminasi
1. Evaluasi subjektif :
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan hari ini? Bagaimana kalau kita masukkan cara ini ke dalam jadwal kegiatan harian X?
Evaluasi objektif :
” Coba X sebutkan lagi tahap-tahap cara berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain. Bagus sekali.”
2. Rencana tindak lanjut :
”Setelah saya tinggal, X bisa mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak bersama X ya. Sehingga, X lebih siap untuk berkenalan langsung dengan orang lain. X mau mempraktekkan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain? Baiklah.”
3. Kontrak yang akan datang :
a. Topik: “Bagaimana kalau pada pertemuan selanjutnya Senin, 08 Februari 2010, kita berbincang-bincang lagi mengenai latihan/praktek berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain.”
b. Waktu : “X kapan mau bertemu lagi dengan saya? Bagaimana kalau nanti jam 11.30 WIB?”
c. Tempat : ”X mau ngobrol-ngobrol di mana? Bagaimana kalau di sini lagi saja. Apakah X bersedia? Baiklah. Sampai ketemu lagi.”


4. Defisit Perawatan Diri
Diagnosa keperawatan :Defisit perawatan diri
Tujuan khusus : Klien mampu melakukan kebersihan diri sendiri secara mandiri.

Tindakan keperawatan : (SP 1)
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
3. Membantu klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri
4. Menganjurkan klie memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
1. Salam terapetik : ”Selamat pagi S.”
2. Evaluasi/ validasi: ”Bagaimana perasaan S hari ini?”
3. Kontrak (topik, waktu, tempat): ”Sesuai janji kita kemarin, sekarang kita ketemu lagi. Kita mau bicara masalah kebersihan diri ya. Mau mengobrol berapa lama? 20 menit? Mau mengobrol di mana? Di teras? Baiklah.”

Kerja
“Berapa kali S mandi dalam sehari? Apakah S sudah mandi hari ini? Menurut S apa kegunaan mandi? Apa alasan S sehingga tidak bisa merawat diri dengan bersih? Menurut S, apa manfaatnya kalua kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya? Gatal, kulit berminyak, mulut bau, kepala berketombe.. Apa lagi? Kalau kita tidak menjaga kebersihan diri, penyakit apa yang akan muncul? Betul, kudis, panu, ketombe, dll.. Apa lagi?”
“Apa yang S lakukan untuk merawat rambut? Kapan saja S keramas? Pakai samphoo tidak? Berapa kali S ikat gigi dalam sehari? Kapan saja waktunya? Di mana biasanya S BAB dan BAK? Setelahnya disiram tidak? Berapa gayung air untuk memnyiramnya? Menurut S, kalau mau mandi apa saja yang perlu dipersiapkan?”
“Nah, sekarang kita ke kamar mandi. Kita akan latihan cara menggosok gigi dengan benar dan bersih hasilnya ya. Sekarang siapkan sikat gigi S. Ambil pasta gigi. Kumur-kumurlah. Lalu, sikat gigi dengan arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Bagus. Sekarang kumur-kumur lagi sampai bersih ya.. (dst)”

Terminasi
1) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan :
a) Evaluasi Subjektif
”Bagaimana perasaan S setelah kita bercakap-cakap dan latihan tentang perawatan diri tadi?”
b) Evaluasi Objektif
”Coba sebutkan lagi cara-cara mandi yang benar dan bersih seperti yang S sudah lakukan? Bagus!”

2) Rencana lanjut klien
”Mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian S ya.”
3) Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat)
”Nanti kita ketemu lagi jam 11.30. Bagaimana? Kita akan mengobrol selama 20 menit dan membicarakan lagi jadwal kegiatan perawatan diri S ya. Mau mengobrol di mana nanti? Di sini lagi? Baiklah sampai ketemu nanti ya. Selamat pagi.















5. WAHAM
Diagnosa Keperawatan : Waham
Tujuan Khusus : Membantu Orientasi realita
Tujuan Umum
1. Bina hubungan saling percaya
2. Membantu klien kembali ke realita
3. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
4. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
5. Membantu klien menyusun kegiatan harian
B.Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP1)
Orientasi
a. Salam terapeutik: “Hallo, selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Amye Hutagalung, panggil saya Amye saja, saya mahasiswa Keperawatan Universitas Indonesia, saya bertugas disini selama 5 kali pertemuan.
b. Evaluasi/validasi: Bagaimana kabar bapak hari ini? Aduh bapak hari ini tampak segar sekali? Sudah makan pagi apa belum? Menunya masih ingat apa tadi ?”
c. Kontrak (topik, waktu, tempat): “ Hari ini kita akan bincang-bincang untuk lebih saling mengenal, waktunya ± 15 menit cukup tidak pak?”. Dimana kita bicara? Bagaimana kalau sambil duduk di teras?”

Kerja
“Bagaimana perasaan dan keadaan pak hari ini?”
“Apakah ada yang dikeluhkan atau ditanyakan sebelum kita berbincang-bincang?”
“ Pak tidak usah kawatir karena kita berada di tempat yang aman. Saya dan perawat-perawat di sini akan selalu menjadi teman dan membantu Bapak”
“Bapak, bisa saya tahu sekarang identitas Bapak, baik alamat, keluarga, hobi atau mungkin keinginan sekarang?”
“Wah terima kasih Bapak karena sudah mau berkenalan dengan saya dan sekarang saya akan memberitahu identitas saya, Bapak mau kan mendengarkan?”
“Nah karena kita sudah saling mengenal maka sekarang kita berteman, jadi Bapak tidak perlu sungkan lagi bila ada masalah bisa diceritakan pada saya, Bapak mau kan berteman dengan saya?”

Terminasi
“Sementara itu dulu yang kita bicarakan ya Pak?”
“Coba bisa diulang tadi, nama saya siapa?”
“ Wah, bagus sekali Pak bisa ingat nama saya.”
“Saya sangat senang bisa berkenalan dengan Bapak dan Bapak sudah bisa mengungkapkan perasaan dengan baik dan mau berkenalan dan berteman dengan saya.”
“Besok kita ketemu lagi ya? Dan bincang-bincang lagi tentang cara mempraktekkan membina hubungan dengan orang lain dan membicarakan kemampuan yang bapak miliki , jam 10.30 WIB, tempatnya disini lagi, bagaimana bapa parmin setuju?”
“Baiklah, saya minta pamit dulu, terimakasih, sampai bertemu besok ya?”

6. RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)
Diagnosa keperawatan: Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan.
Tujuan khusus: Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Tindakan Keperawatan
1. Membantu Klien mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan.
2. Membantu Klien mengidentifikasikan tanda-tanda dan gejala perilaku kekerasan.
3. Membantu Klien mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Klien dapat mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan
6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol PK secara fisik 1
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
“ Selamat pagi Pak ! ” ( disertai mengulurkan tangan untuk berjabat tangan).
“ Nama saya Amye Hutagalung, saya biasa dipanggil Amye.“
“ Nama bapak siapa ? “
“ Nama panggilannya siapa pak ? “.
“ Saya ingin berbincang-bincang dengan bapak ...., boleh ? “
“ Bagaimana kalau sambil barbincang-bincang kita duduk di kursi dekat ruang makan itu ? “
“ Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan yang sedang bertugas disini, saya akan merawat bapak dari jam 08.00-14.00
“ Kita akan bersama-sama menyelesaikan masalah yang bapak .... hadapi.”

Kerja

“ Bagaimana perasaan bapak .... hari ini ?”
“ Kalau boleh tahu, apa yang terjadi selama ini sampai bapak ... dibawa kemari ?”
“ Apa yang menyebabkan bapak .... berperilaku seperti itu ?”

Terminasi
“ Baik pak ...., saya rasa sudah cukup percakapan kita kali ini, kalau boleh saya menyimpulkan perilaku yang bapak lakukan tersebut adalah termasuk perilaku kekerasan karena bapak sangat kesal pada istri bapak, saya ingin kita ketemu lagi siang ini setelah makan siang untuk mendiskusikan tanda-tanda yang termasuk perilaku kekerasan dan perilaku kekerasan apa yang telah bapak lakukan, mungkin tidak akan lama sekitar 15 menit, bapak maukan ?”
“ Sekarang bagaimana perasaan bapak .... ?”
“ Bapak bisa sebutkan lagi penyebab kenapa berperilaku seperti itu ?”
“ Silahkan bapak .... istirahat sambil menunggu makan siang karena saya lihat bapak kelihatan lelah. “
“ Oh iya, mungkin ada yang ingin bapak .... sampaikan lagi sebelum saya pergi keruang perawatan untuk menuliskan bahan diskusi kita nanti siang ? “
“ Baik pak .... silahkan bapak istirahat.”

7. RESIKO BUNUH DIRI
Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri
Tujuan Khusus : Klien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik
Tujuan Umum
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien tidak akan melakukan aktivitas yang mencederakan dirinya
3. Klien akan mengidentifikasikan aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
4. Klien akan mengimplementasikan dua respons protektif diri yang adaptif
5. Klien akan mengidentifikasi dua sumber dukungan sosial yang bermanfaat
6. Klien akan mampu menguraikan rencana pengobatan dan rasionalnya
Tindakan Keperawatan
1. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
2. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
3. Melakukan kontrak treatment
4. Mengajarkan cara-cara mengendalikan dorongan bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

Senin, 16 Januari 2012

PLUS-MINUS HAMIL DI USIA TUA


PLUS-MINUS HAMIL DI USIA TUA

Benarkah hamil anak pertama tak boleh lebih dari usia 35 tahun? Apa saja bahayanya? Bagaimana peran pasangan dalam hal ini?
“Saya sering ditanya saudara dan kenalan, apa enggak takut melahirkan di usia menjelang 40 tahun? Habis, mau bagaimana lagi? Menikahnya juga baru ‘kemarin’. Ya, dijalani saja sambil terus berdoa supaya selamat,” tutur seorang calon ibu berusia 37 tahun.
Memang, kebanyakan wanita diliputi kekhawatiran kala kehamilan baru dialami setelah usia meninggi. Tapi jika itu yang terjadi pada Anda, tak perlu cemas. Sekarang ini makin banyak wanita melahirkan di atas usia 35 tahun. Bahkan, tak jarang melahirkan bayi pertama di usia empat puluhan.
Menurut dr. Agustinus Gatot, Sp.OG, dari RS Mitra Keluarga, siap-tidaknya seorang ibu yang hamil di usia tua, lebih karena faktor si ibu sendiri. “Adakalanya justru ibu yang memulai kehamilan di usia ini, jauh lebih mantap. Sebab, biasanya telah mempersiapkan segalanya dengan matang sejak memulai pernikahan,” terang Gatot. Sebaliknya, ibu yang tak siap mental, lebih disebabkan ia merasa tak percaya diri menghadapi kehamilannya. “Ia merasa sudah tua sehingga menganggap dirinya tak mampu.”

BERISIKO TINGGI
Dalam ilmu kedokteran, terang Gatot, usia reproduksi sehat untuk hamil antara 25-30 tahun. Sehingga, dari segi kesehatan reproduksi, sebetulnya risiko pertama dari usia ini adalah tak dapat hamil karena telah berkurangnya kesuburan. Jadi, bila si wanita usianya telah melewati usia reproduksi sehat untuk hamil ternyata kemudian hamil, berarti risiko itu telah terlewati.
Hanya saja, seperti diakui Gatot, usia ini memang tergolong berisiko tinggi dalam kehamilan. Yakni, melahirkan bayi dengan sindroma down, yang berciri khas berbagai tingkat keterbelakangan mental, ciri wajah tertentu, berkurangnya tonus otot, dan sebagainya. “Risiko ini akan meningkat sesuai dengan usia ibu, yakni 6-8 per mil untuk usia 35 sampai 39 tahun dan 10-15 per mil untuk usia di atas 40 tahun,” jelas Gatot.
Kelainan kromoson dan lainnya yang diperkirakan karena sel telur sudah berusia lanjut, terkena radiasi, terpengaruh obat-obatan, infeksi, dan sebagainya, diduga merupakan penyebab sindroma down.
Untuk mencermati adanya sindroma ini, dapat dilakukan pemeriksaan amniosentesis. Pada pemeriksaan ini cairan ketuban diambil melalui alat semacam jarum yang dimasukkan melalui perut ibu. Bisa juga dilakukan dengan cara kordosentesis. “Bedanya, jika amniosentesis mengambil cairan ketuban, pada kordosentesis diambil sampel darah janin dari tali pusat,” jelas Gatot.
Pemeriksaan itu sendiri bisa dilakukan setelah kehamilan memasuki usia 16-20 minggu. Jika ditemukan kelainan, dokter akan menyerahkan keputusan pada pasangan suami-istri. Apakah akan meneruskan kehamilan atau menggugurkannya. “Pemeriksaan ini jarang dilakukan mengingat biayanya yang masih cukup tinggi,” ujar Gatot. Umumnya ibu memasrahkan segalanya pada Yang Kuasa.
Kecuali melahirkan bayi dengan sindroma down, makin tinggi usia ibu main tinggi pula risiko untuk melahirkan. Hal ini dapat berisiko bagi kesehatan ibu sendiri. Bahkan, risiko kematian pun meningkat.
Ada beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh ibu hamil usia ini, seperti perdarahan postpartum (sesudah melahirkan), hipertensi, dan eklampsia.
PERAWATAN TERBAIK
Kendati demikian, pada dasarnya menjalani kehamilan pada usia di atas 35 tahun, tak berbeda dengan usia lain. Yang terpenting dan pertama ialah kesiapan ibu menjalani kehamilan itu. Nah, dengan perawatan pralahir yang baik, maka ibu hamil berisiko pun bisa mengurangi risiko tersebut.
Apa saja perawatan pralahir itu? “Salah satunya tentu dengan pemeriksaan rutin oleh dokter atau bidan,” ujar Gatot. Dengan demikian, jika ada gangguan atau kelainan akan bisa segera diketahui dan ditangani. Bahkan, menjelang kehamilan, calon ibu harus menyiapkan diri dengan pemeriksaan untuk berbagai infeksi, seperti TORCH (toksoplasmosis, rubella, citomegalovirus, dan sebagainya).
Juga amat perlu senantiasa menjaga menu makanan. “Ibu harus melakukan diet yang baik. Artinya, mengkonsumi makanan cukup gizi. Bukan cuma untuk si ibu, tapi juga demi si janin.” Dengan menjalani diet, lanjut Gatot, si ibu sekaligus bisa mencapai berat badan ideal (tak lebih dan tak kurang) sehingga ibu bisa terhindar dari berbagai komplikasi seperti sakit gula, tekanan darah tinggi, varises, wasir, berat lahir bayi yang rendah, atau kesulitan persalinan karena ukuran bayi yang terlalu besar.
Selain itu, bergaya pola hidup sehat seperti menjauhi rokok, alkohol, dan obat-obatan yang tak perlu, juga akan sangat membantu. Dengan demikian risiko calon ibu menjadi berkurang dan si ibu pun bisa menjalani kehamilan serta persalinan dengan lancar. Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.
Riesnawiati Soelaeman
Menghadapi Kehamilan Beresiko Tinggi
Kehamilan adalah proses normal untuk dialami, bukan penyakit yang harus diobati. Tapi jika kehamilan Anda berisiko tinggi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pasangan suami-istri di mana istri menghadapi kehamilan dengan risiko tinggi.
* Rasa Cemas
Anda berdua mungkin akan dipenuhi rasa cemas setelah mengetahui risiko yang mungkin dialami. Yang lebih parah, Anda berdua mungkin tak berharap terlalu banyak terhadap kondisi janin.
Tapi Anda berdua tak boleh larut dalam kecemasan. Apalagi kehamilan yang disertai kecemasan sangat tak baik pengaruhnya bagi si ibu maupun janin.
* Marah
Kemarahan juga kerap melanda wanita yang menjalani kehamilan berisiko. Misalnya ketika harus bed rest, ia merasa dibelenggu oleh aturan yang tak biasanya karena sebelumnya ia termasuk tipe wanita enerjik. Jadi, aturan itu terasa begitu menyiksanya.
Tak perlu berkecil hati. Jalani saja dengan santai. Ingat, semua itu demi Anda dan janin di kandungan.
* Merasa Tertekan
Karena banyak anjuran dan larangan, si ibu akan terus-menerus mengingatnya. Ia takut untuk berbuat sesuatu di luar itu. Sehingga tiap kali akan berbuat sesuatu, selalu dimulai dengan pertanyaan, “Bolehkah saya melakukan ini? Apakah ini tak akan bertambah membahayakan bayi saya?”
Menghilangkan sama sekali rasa tertekan itu memang agak mustahil. Berbagilah dengan pasangan, agar perasaan itu sedikit berkurang.

* Merasa Bersalah
Di sisi lain, wanita dengan kehamilan berisiko tinggi juga bisa merasa bersalah, karena ia tak bisa menjalani kehamilan seperti kebanyakan wanita lain. Misalnya, dokter banyak memberi obat-obatan, larangan, dan anjuran.
Ia merasa, dirinyalah yang menyebabkan semua itu. Padahal, tentu saja bukan. Pasangannya pun akan diliputi rasa bersalah, karena ia menganggap dirinya yang menyebabkan istrinya “menderita”. Padahal, kenyataannya tidaklah demikian.
* Menganggap Diri Kurang
Seorang wanita yang tak memiliki kehamilan “normal” juga bisa menganggap dirinya tak mampu atau kurang. Harus diingat, ada banyak hal yang di luar kekuatan dan kemampuan kita. Tapi, percayalah, jika kita menjalaninya dengan ikhlas, segalanya akan berjalan lancar.
Riesnawiati


Pengalaman Berharga
Lily, seorang karyawati bank swasta hamil untuk pertama kalinya ketika usianya sudah memasuki 38 tahun. “Saya memang menikah di usia yang sudah enggak muda lagi, 36 tahun,” akunya. Karena itu, Lily dan suaminya sudah tahu bahwa mereka tergolong pasangan yang “terlambat” untuk hamil.
“Tapi sebelum hamil, saya berkonsultasi dulu dengan dokter,” tutur Lily. Ia pun melakukan pemeriksaan cukup lengkap, termasuk TORCH. “Saya ingin menjalani kehamilan dengan tenang. Apalagi saya sudah tahu bahwa kehamilan saya berisiko karena usia saya,” lanjutnya. Bahkan, ia mengaku sampai melakukan pemeriksaan rutin ke dokter tiap dua minggu sekali. “Sebetulnya, sih, dokter enggak meminta demikian. Saya sendiri yang menginginkannya, agar bisa lebih yakin,” terangnya.
Dalam menjalani kehamilannya, Lily merasa tak berbeda seperti wanita lain yang kehamilannya tak berisiko. Misalnya, pada trimester pertama, ia mengalami mual-mual hebat, yang lalu menghilang di trimester kedua. “Cuma, saya sering kesemutan,” katanya.
Kendati demikian, ia tak mengurangi kegiatannya. Ia tetap bekerja seperti biasa. Ia pun sangat menjaga mutu makanannya. Hanya makanan terbaik buat janin di rahimnya yang boleh masuk ke mulutnya. “Sampai-sampai saya diledekin teman-teman, tapi saya enggak peduli. Pokoknya, yang boleh masuk ke mulut saya hanyalah makanan sehat penuh gizi. Bahkan, saya sama sekali tidak makan makanan instan,” tuturnya.
Ketika kehamilannya mencapai usia 17 minggu, dokter menyarankannya untuk menjalani tes amniosentesis. “Saya berdiskusi cukup lama tentang hal itu. Saya menimbang baik buruknya. Saya pun berdoa memohon petunjuk,” katanya. Akhirnya, ia bersama suami memutuskan untuk meneruskan kehamilan tanpa menjalani tes itu. “Saya pasrah pada Yang Kuasa. Saya yakin kehamilan ini yang terbaik buat saya,” katanya lagi.
Hasilnya, memang sesuai harapan. Lily melahirkan normal, seorang bayi laki-laki yang sehat dengan berat 3,45 kg dan panjang 51 cm. “Cukup satu saja. Usia saya sekarang sudah di atas 40,” katanya, mantap

MENGHITUNG DAN MENENTUKAN MASA SUBUR

MENGHITUNG DAN MENENTUKAN MASA SUBUR
Ingin segera menimang momongan? Lakukan hubungan intim saat masa subur. Berikut, berbagai cara menghitung masa subur.
Supaya hamil, harus ada sel telur yang siap dibuahi. Adanya sel telur ini menunjukkan masa subur seorang wanita. Tetapi, bagaimana kita bisa mengetahui masa subur tersebut agar tidak meleset, sehingga bisa terjadi konsepsi (pembuahan)?
“Masa subur bisa diketahui dengan menghitung dari periode menstruasi, perubahan lendir, dan perubahan suhu tubuh basal,” terang dr. Lastiko Bramantyo, Sp.OG, dari RSIA Hermina Jatinegara.
Sebenarnya tak terlalu sukar untuk melacaknya sendiri. Hanya saja memerlukan kecermatan. Yang juga tak kalah penting, mau bersabar agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Minimal, pelacakan ini dilakukan beberapa kali dalam beberapa bulan.
SIKLUS HAID
Melacak masa subur bisa dilakukan melalui hitungan siklus haid/menstruasi. Masa subur akan amat mudah terlacak jika haid kita selalu teratur setiap bulannya. Siklus yang normal, terang Lastiko, berjalan antara 28-30 hari. Ada pula ahli yang berpendapat, antara 22-35 hari. “Dengan demikian, sel telur keluar pada pertengahan siklus, sekitar hari ke-14 sampai ke-16 dihitung dari hari pertama menstruasi,” terang Lastiko.
Jadi, 3 hari sebelum hari ke-14 dan 3 hari setelah hari ke-16 adalah masa yang memungkinkan bagi sel telur untuk dibuahi. Perhitungan ini berdasarkan kemungkinan sel sperma yang bisa bertahan hidup sampai 72 jam sebelum mencapai sel telur.
Siklus normal 28 hari, pertengahan siklusnya hari ke-14 (28: 2). Berarti masa suburnya, tiga hari sebelum hari ke-14, yaitu hari ke-11 (14-3) dan tiga hari setelah hari ke-14, yaitu hari ke-17 (14+3). Jadi, masa subur berlangsung antara hari ke-11 sampai hari ke-17 (7 hari) dari suatu siklus wanita yang normal.
Misalnya, kita datang bulan pada tanggal 1. Nah, masa subur adalah tanggal 11 (14-3) sampai 19 (16+3) pada bulan tersebut.
Pada mereka yang haidnya tidak teratur (siklus kurang dari 28 hari), maka masa subur diperhitungkan dari jadwal menstruasi yang akan datang. Umumnya sel telur akan keluar pada 14 atau 16 hari sebelum haid yang berikut. Misalnya, perkiraan menstruasi yang akan datang tanggal 18 Agustus. Diperkirakan sel telur akan keluar pada tanggal 2 dan 4 Agustus (18-14 hari mundur = 4 Agustus, dan 18-16 hari mundur = 2 Agustus). Berarti masa subur berlangsung antara 31 Juli (2 Agustus – 3 hari sebelum) sampai 7 Agustus (4 Agustus + 3 hari sesudah).
Jika siklus haid sama sekali tidak teratur, diperlukan data siklus minimal 6 bulan sampai setahun. Kemudian dihitung dengan memakai rumus Ogino Knouss. Dicari siklus yang paling pendek berapa hari dan siklus paling panjang berapa hari. Masa subur ditentukan berdasarkan siklus terpendek – 18, siklus terpanjang – 11.
Contoh, siklus terpanjang 40 hari, siklus terpendek 28 hari. Maka, 40-11 = 29 dan 28-18 = 10. Jadi, perkiraan masa suburnya hari ke-10 dihitung sejak menstruasi pertama sampai hari ke-29. Masa suburnya memang menjadi lebih panjang, tetapi tidak bisa diperkirakan kepastian yang paling mendekati. Ini disebabkan menstruasi yang kacau sehingga sulit diketahui, kapan persisnya perkiraan keluarnya sel telur.
Seorang wanita yang siklus menstruasinya kacau sebaiknya memeriksakan diri ke dokter untuk mencari penyebab dan melakukan pengobatan. Dengan demikian, bisa diketahui masa suburnya.
GETAH LENDIR SERVIKS
Masa subur juga bisa diketahui lewat pemeriksaan getah lendir (mukus) mulut rahim (serviks). Ini pun dapat kita lakukan sendiri. Caranya, lendir dari mulut rahim diperiksa setiap hari.
Pada masa subur terjadi perubahan yang bersifat spinbarkeit. Lendir lentur, tidak terputus jika dipegang, dan lengket seperti agar-agar.
Kalau mau lebih pasti, lendir ini bisa diperiksa ahli pada objek gelas dibawah mikroskop. Lendir yang terjadi pada masa subur, akan terlihat berbentuk seperti daun pakis.
UKUR SUHU
Cara lain yang bisa ditempuh adalah mengukur suhu tubuh basal. Saat ovulasi, sel telur dilontarkan dari kantung yang matang. Selanjutnya, tempat asal sel telur tadi (korpus luteum) memproduksi hormon progesteron yang bertugas menyiapkan jaringan dalam rahim untuk menerima sel telur yang telah dibuahi. Terbentuknya progesteron ini mengakibatkan kenaikan suhu tubuh.
Lakukan pengukuran suhu badan pada pagi hari setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas apa pun, seperti turun dari tempat tidur, ke kamar mandi, makan, atau minum. Kerjakan setiap hari pada jam yang sama selama tiga bulan. Gunakan termometer yang dimasukkan ke dalam mulut atau dubur (bukan yang dijepit di ketiak). Letakkan termometer di bawah lidah selama 5-6 menit. Tutup mulut selama pengukuran berlangsung. Catatlah perubahan suhu yang terjadi setiap hari. Jangan lupa untuk menghubungkan catatan hari ini dengan hari-hari berikutnya, sehingga membentuk kurva.
Pada saat ovulasi, akan terlihat, mula-mula grafik turun sedikit dari perhitungan hari sebelumnya. Kemudian akan naik dengan beda paling sedikit dua derajat celcius. Kalau sudah naik, kurva akan tetap di atas, tidak akan turun lagi.
Suhu normal tubuh biasanya 35,5 – 36 derajat Celcius. Pada waktu ovulasi suhu akan turun dulu dan naik bisa mencapai 37-38 derajat dan tidak akan kembali pada suhu 35 derajat. Pada waktu perubahan itulah terjadi masa subur. Kondisi kenaikan suhu tubuh ini akan terus terjadi sekitar 3-4 hari.
Kemudian akan turun kembali sekitar 2 derajat karena produksi progesteron menurun, sehingga suhu tubuh pun turun. Dan akhirnya kembali pada suhu tubuh normal, seperti sebelum menstruasi terjadi.
Bila pada grafik (hasil catatan suhu tubuh) tidak terjadi kenaikan suhu tubuh, bisa berarti tidak terjadi masa subur karena tidak adanya korpus leteum yang akan memproduksi progesteron. Ini juga berarti tidak akan terjadi kenaikan suhu tubuh.
Sebaliknya, jika kenaikan suhu tubuh terus berlangsung setelah masa subur, pertanda dimulainya kehamilan. Karena jika sel telur berhasil dibuahi, berarti korpus leteum akan terus memproduksi hormon progesteron. Dengan demikian, suhu tubuh pun tetap tinggi.
Syarat menentukan masa subur dengan pengukuran suhu tubuh adalah dalam 3 bulan, suhu tubuh tidak dalam keadaan demam, tidak tidur di dekat lampu yang sangat panas, atau dengan AC yang sangat dingin. “Kalau suhu badan kacau, susah mengukurnya dan pemeriksaan pun gagal,” kata Lastiko.
LEWAT USG
Sekarang ini, lewat pemeriksaan USG secara serial, bisa diketahui masa subur seorang wanita. Caranya dengan melihat kelenjar telur, perkembangan terjadinya sel telur sampai sel telur tersebut matang dan hendak keluar (ovulasi). Cara ini bisa dimanfaatkan oleh wanita yang mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur.
Dengan pemeriksaan USG secara serial 2-3 hari dapat diukur siklus haidnya, tanggalan haid, dan tanggalan timbul ovulasi. “Perkembangan ini akan terus dipantau. Dari mulai sel telur terbentuk hingga menghilang.” Nah, jika sudah diperoleh saat terjadinya ovulasi, segera dilakukan pencatatan pada hari ke berapa masa subur itu terjadi, dihitung dari hari pertama menstruasi.
Riesnawiati Soelaeman/Dedeh Kurniasih.

Faktor Pendukung Kehamilan
Setiap kelainan yang terjadi pada organ reproduksi wanita harus diwaspadai. Sebab, setiap kelainan akan berpengaruh pada terjadinya ovulasi.
* Infeksi
Infeksi atau peradangan (yang sudah lalu, kronis, dan sedang berlangsung) yang merusak indung telur dan tuba Fallopi berpengaruh pada kelangsungan pertemuan sel sperma dengan sel telur. Jika saluran tersumbat, sperma tidak bisa mencapai sel telur. Pertemuan yang normal terjadi pada bagian yang menggelembung (Ampula) dari tuba Fallopi.
* Sel Telur
Sel telur mempengaruhi kesuburan. Ovulasi terjadi kalau kelenjar telur berfungsi dengan baik. Jadi, jika ada kelainan akan menganggu sel telur tersebut, seperti adanya kista, endometriosis, atau tumor.
* Ketidakseimbangan Hormon
Ketidakseimbangan hormon dapat mencegah terjadinya pelepasan sel telur secara teratur atau berpengaruh pada produksi hormon (progesteron). Salah satunya, pengaruh hormon hipopysa (terletak di kelenjar bawah otak) yang mampu merangsang kematangan sel telur. Jika terdapat tumor di kelenjar hipopysa, stimulasi pertumbuhan telur tak terjadi dan berakibat produksi sel telur terganggu.
* Getah Serviks
Kehamilan pun sulit dicapai jika lendir atau getah serviks mengandung zat antibodi atau anti-imun, zat penolak sperma. Setiap kali sperma masuk, badan membuat zat antinya. Keadaan ini bisa dilihat dengan melakukan uji pasca sanggama. Getah lendir diambil usai terjadi sanggama. Lendir yang mengandung antibodi mengakibatkan banyak sperma mati dan tidak bergerak.
* Kerusakan Struktural
Rahim (uterus) yang menjadi tempat janin tumbuh harus dalam keadaan normal dan sehat. Kehamilan sulit dicapai apabila terdapat cacat uterus karena infeksi, permukaan yang abnormal, fibroid (tumor jinak), tumor ganas (kanker), dan sebagainya.

8 Metode Kontrasepsi Serta Kelebihan dan Kekurangan

Kontrasepsi hadir dalam berbagai metode dan efektivitas. Meskipun berbeda, tujuan mereka satu: mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Beberapa jenis kontrasepsi juga melindungi terhadap penyakit menular seksual (PMS).

1. Kondom

Kata kondom berasal dari kata Latin condus yang berarti baki atau nampan penampung. Kondom adalah semacam kantung yang Anda sarungkan ke penis ereksi sebelum melakukan hubungan seksual. Kondom dijual dalam berbagai ukuran dan bentuk. Kondom memiliki kelebihan melindungi dari PMS dan tidak memengaruhi hormon. Kekurangannya adalah efektivitasnya. Sekitar 2-15% wanita masih hamil meskipun pasangannya menggunakan kondom. Selain itu, banyak pria merasakan berkurangnya sensasi seksual dengan pemakaian kondom.

2. Kondom wanita

Kondom wanita adalah sebuah kantung berlubrikasi dengan dua cincin fleksibel di ujung-ujungnya. Sebuah cincin lunak yang dapat dilepas memudahkan pemasangannya dan menjaga kondom di tempat. Sebuah cincin fleksibel yang besar tetap berada di luar vagina, yang meliputi pembukaan vagina (vulva) dan memberikan perlindungan tambahan.
Kondom wanita sangat efektif bila digunakan dengan benar.  Kondom wanita memiliki keuntungan melindungi dari PMS, tidak mudah slip atau bocor, tidak memengaruhi hormon dan tidak menimbulkan alergi (karena terbuat dari polyurethane, bukan lateks). Kondom ini juga dapat dipasang jauh sebelum melakukan hubungan seksual (sampai 8 jam sebelumnya) sehingga tidak perlu jeda selama bermesraan. Kerugiannya adalah beberapa orang merasakan kurang nyaman, tidak efektif untuk semua posisi, dan harganya mahal. Kondom wanita tidak dapat digunakan bersamaan dengan kondom pria karena dapat menyebabkan posisinya bergerak keluar.

3. Diafragma

Diafragma adalah topi karet lunak yang dipakai di dalam vagina untuk menutupi leher rahim (pintu masuk ke rahim). Fungsinya adalah mencegah sperma memasuki rahim. Agar diafragma bekerja dengan benar, penempatan diafragma harus tepat. Diafragma seefektif kondom, namun dapat dicuci dan digunakan lagi selama satu sampai dua tahun. Kekurangannya, Anda harus menempatkan diafragma sebelum berhubungan seks (sampai 24 jam sebelumnya) dan mencopotnya setelah enam jam. Beberapa wanita mungkin kesulitan menyisipkankannya dan memiliki reaksi alergi (karena terbuat dari lateks).

4. Pil KB

Pil KB atau kontrasepsi oral berisi bentuk sintetis dua hormon yang diproduksi secara alami dalam tubuh: estrogen dan progesteron. Kedua hormon tersebut mengatur siklus menstruasi wanita. Pil KB bekerja dengan dua cara. Pertama, menghentikan ovulasi (mencegah ovarium mengeluarkan sel telur). Kedua, mengentalkan cairan (mucus) serviks sehingga menghambat pergerakan sperma ke rahim.
Pil KB sangat bisa diandalkan (efektivitasnya mencapai 99%). Pil KB juga memberikan kendali di tangan wanita untuk mencegah kehamilan. Kekurangan Pil KB adalah tidak melindungi terhadap PMS, harus diambil setiap hari sesuai jadwal (tidak boleh terlewatkan barang sehari pun agar efektif), dan menambah hormon sehingga meningkatkan risiko trombosis, penambahan berat badan, sakit kepala, mual dan efek samping lainnya. Pil KB tidak boleh diambil oleh wanita dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti diabetes, penyakit liver, dan penyakit jantung.

5. Susuk (Implan)

Susuk KB adalah batang kecil berisi hormon yang ditempatkan di bawah kulit di bagian lengan wanita. Batang itu terbuat dari plastik lentur dan hanya seukuran korek api. Susuk KB terus-menerus melepaskan sejumlah kecil hormon seperti pada pil KB selama tiga tahun. Selama jangka waktu itu Anda tidak perlu memikirkan kontrasepsi. Bila Anda menginginkan anak, susuk KB dapat dicopot kapan pun dan Anda pun akan kembali subur setelah satu bulan. Biaya murah dan pemakaian yang tidak merepotkan adalah keunggulan lain susuk KB. Kekurangannya, menyebabkan sakit kepala dan jerawat pada beberapa wanita, tidak melindungi terhadap PMS dan sekitar 20% wanita tidak lagi mendapatkan haid atau haidnya menjadi tidak teratur.

6. Kontrasepsi suntik

Kontrasepsi suntik atau injeksi adalah suntikan hormon yang mencegah kehamilan. Setiap tiga bulan sekali Anda mendapatkan suntikan baru. Selama periode tersebut, menstruasi Anda normal. Keunggulan kontrasepsi suntik adalah keandalannya yang setara dengan pil KB atau susuk dan Anda hanya perlu memikirkan kontrasepsi setiap 3 bulan sekali. Kelemahannya, Anda tidak terlindungi terhadap PMS dan mendapatkan hormon. Anda juga tidak bisa menghentikannya tiba-tiba karena hormon selama tiga bulan tetap aktif di dalam tubuh. Anda mungkin perlu waktu lama untuk subur kembali.

7. AKDR (IUD)

ADKR (alat kontrasepsi dalam rahim/Intrauterine divice) atau dalam bahasa populernya disebut spiral adalah alat kontrasepsi kecil yang ditempatkan dalam rahim wanita. Ada dua jenis AKDR: AKDR tembaga yang terbuat dari plastik kecil dengan tembaga meliliti batangnya dan AKDR progestogen yang berbentuk T kecil dengan silinder berisi progestogen di sekeliling batangnya.
Walaupun telah digunakan lebih dari 30 tahun untuk mencegah kehamilan, cara kerja AKDR masih belum sepenuhnya dipahami. AKDR memengaruhi gerakan  dan kelangsungan hidup sperma dalam rahim sehingga mereka tidak dapat mencapai sel telur untuk membuahi. AKDR juga mengubah lapisan rahim (endometrium) sehingga tidak cocok untuk kehamilan dan perkembangan embrio janin. Efektivitas AKDR adalah 98%, hampir sama dengan pil KB.
Keunggulan AKDR adalah berjangka panjang (minimal lima tahun), mudah mempertahankan (Anda tidak mungkin lupa menggunakannya), lebih murah dibandingkan kontrasepsi lain (lebih mahal pada awalnya, tetapi lebih murah dalam jangka panjang) dan jika Anda ingin hamil, kesuburan Anda dapat dikembalikan dengan cepat setelah Anda melepaskannya. AKDR progestogen memiliki manfaat tambahan mengurangi perdarahan haid. Kekurangan AKDR adalah bila gagal dan wanita menjadi hamil, perangkat ini harus dibuang sesegera mungkin karena meningkatkan risiko keguguran. Selain itu, ada risiko kecil infeksi setelah pemasangan AKDR, kehamilan ektopik dan berbagai efek samping seperti menstruasi tidak teratur, vagina kering, sakit kepala, mual dan jerawat.

8. Sterilisasi

Sterilisasi adalah kontrasepsi yang paling efektif. Pada sterilisasi pria (vasektomi), vas deferens ditutup sehingga tidak ada sperma yang keluar, meskipun tetap ejakulasi. Pada sterilisasi wanita (tubektomi), saluran tuba falopi ditutup sehingga sel telur tidak keluar.
Keuntungan sterilisasi adalah Anda tidak akan perlu memikirkan kontrasepsi selamanya. Kekurangannya, sifatnya permanen (tidak bisa dibatalkan), tidak memberikan perlindungan terhadap PMS, dan memerlukan operasi mayor. Perlu diingat bahwa tidak ada kontrasepsi yang 100% efektif. Masih ada 1% kemungkinan kehamilan pasca sterilisasi, bahkan bertahun-tahun setelah operasi dilakukan.

Minggu, 08 Januari 2012

12 Fakta Unik Tentang Organ Internal


12 Fakta Unik Tentang Organ Internal Anda

organ internalOrgan internal manusia melakukan beberapa fungsi sehari-hari yang mencakup makan, bernapas, berjalan dll. Namun, sebagian orang tidak puas dengan apa yang sudah mereka miliki dan berharap bagian tubuh seperti sayap, kemampuan khusus untuk teleport dan segala sesuatu yang kita tidak bisa bayangkan. Artikel ini didedikasikan untuk semua orang yang berpikir bahwa tidak ada yang khusus tentang tubuh manusia!
gambar bugil
  1. Usus kecil adalah organ terbesar dalam tubuh kita. Fakta unik ini bahkan lebih besar dari usus besar. Usus besar adalah 1,5 meter, sedangkan usus kecil adalah 5-6 meter.Panjang usus kecil Anda hampir 4 kali tinggi rata-rata orang dewasa.
  2. Hati manusia dapat menciptakan tekanan yang cukup untuk menyemprotkan darah hingga 30 kaki. Itulah mengapa Anda begitu mudah bisa merasakan detak jantung Anda. Dalam rangka untuk memompa darah ke berbagai bagian tubuh banyak tekanan yang diperlukan, dan itulah sebabnya hati dan dinding tebal ventrikel mengalami kontraksi yang kuat, yang mendorong darah ke seluruh tubuh Anda.
  3. Perut banyak mengandung asam yang memadai untuk membubarkan razorblades. Asam klorida, yang ditemukan dalam perut cukup untuk melarutkan pisau cukur, kuku dan benda logam lainnya, meskipun Anda tidak perlu mencoba melakukannya!
  4. Tubuh seseorang memiliki sekitar 60.000 mil pembuluh darah. By the way, bumi hanya 25.000 kilometer, yang berarti bahwa jika kita meletakkan semua ujung ke ujung pembuluh darah, kita mampu mengelilingi bumi dua kali!
  5. Perut Anda menghasilkan lapisan baru setiap 3-4 hari. Lendir seperti sel-sel yang melapisi dinding dalam perut sangat mudah larut karena cairan pencernaan kuat jika mereka tidak diganti terus-menerus.
  6. Lapisan luar paru-paru manusia adalah sama dengan sebuah lapangan tenis. Paru-paru memiliki ribuan percabangan bronki dan alveoli. Ada beberapa mikroskopis kapiler yang memungkinkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida, yang menjamin bahwa dalam darah tetap selalu tersedia oksigen.
  7. Jantung wanita berdetak lebih cepat dari seorang pria. Ini karena, seorang wanita rata-rata lebih kecil dari seorang pria dan memiliki kurang massa untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Anda juga ingin tahu bahwa selama serangan jantung, sebagian besar perawatan yang diberikan kepada laki-laki, harus disesuaikan atau bahkan berbeda sama sekali bagi perempuan untuk merawat serangan jantung.
  8. Para ilmuwan mengatakan bahwa hati melakukan lebih dari 500 fungsi. Hati adalah organ yang paling sulit bekerja dalam tubuh Anda, karena melakukan fungsi-fungsi seperti produksi empedu, dekomposisi sel darah merah, plasma protein, sintesis, dan detoksifikasi dan banyak lainnya.
  9. Aorta kita hampir sama ukuran diameternya dengan selang taman. Jantung seorang dewasa rata-rata sama dengan ukuran dua kepalan tangan, dan itulah sebabnya aorta cukup besar ukurannya. Aorta adalah arteri utama yang mengirim oksigen darah ke berbagai bagian tubuh.
  10. Paru-paru Anda di kanan lebih besar dari pada paru-paru di sebelah kiri. Jantung pada dasarnya berbasis di pusat dada Anda, dan memiliki sebagian besar massa di sebelah kiri, yang berarti bahwa ada sedikit ruang dalam rongga pleura dari dada kiri bila dibandingkan ke kanan.
  11. Seorang manusia bisa dihapus sebagian besar organ internalnya dan masih bisa bertahan hidup. Manusia jauh lebih kuat dari yang terlihat. Manusia dapat bertahan bahkan dengan penghapusan limpa, 80% usus 75% hati, 1 ginjal, 1 paru-paru, perut dan semuanya dari pangkal paha dan daerah panggul.
  12. Kelenjar adrenal adalah kelenjar yang mengubah ukuran mereka sepanjang hidup. Kelenjar adrenal, yang ditempatkan di atas ginjal bertanggung jawab untuk melepaskan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin.

BPH DAN TRANS URETRA RESECTION PROSTATE


BPH DAN TRANS URETRA RESECTION PROSTATE

A. PENGERTIAN

Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara lain :

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma - epitel

Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.

4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.












C. ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari :

1. Jaringan Kelenjar 50 - 70 %
2. Jaringan Stroma (penyangga)
3. Kapsul/Musculer

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel–sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra.
Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10–30% dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainan yang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-
laki usia lanjut.

D. PATOFISIOLOGI

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata.

Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli
tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.



E. TANDA DAN GEJALA

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam  uretra prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Derajat Benigna Prostat Hyperplasia Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya;
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1–2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50–100 cc dan beratnya + 20–40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3–4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.


F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medikamentosa Pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
a) Hypoxis rosperi (rumput)
b) Serenoa repens (palem)
c) Curcubita pepo (waluh )
b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :
a) Inhibitor 5 alfa reduktase
b) Anti androgen
c) Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
2. Pembedahan
Trans Uretral Reseksi Prostat : 90-95 %
Open Prostatectomy : 5-10 %

BPH yang besar (50-100 gram) Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
3. Indikasi Pembedahan BPH
a. Retensi urine akut
b. Retensi urine kronis
c. Residual urine lebih dari 100 ml

d. BPH dengan penyulit :

v Hydroneprosis
v Terbentuknya Batu Buli
v Infeksi Saluran Kencing Berulang
v Hematuri berat/berulang
v Hernia/hemoroid
v Menurunnya Kualitas Hidup
v Retensio Urine
v Gangguan Fungsi Ginjal
e. Terapi medikamentosa tak berhasil
f. Sindroma prostatisme yang progresif
g. Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
v Flow. Max kurang dari 10 ml
v Kurve berbentuk datar
v Waktu miksi memanjang
h. Kontra Indikasi
v IMA
v CVA akut
Tujuan :
Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
Memperbaiki kualitas hidup.
4. Prostatektomi

Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Prostatektomi Supra pubis.

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.

b. Prostatektomi Perineal.

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.

c. Prostatektomi retropubik.

Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.

d. Insisi Prostat Transuretral (TUIP)

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram/kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
e. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995). Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar. TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

G. Periode Pre Operatif
Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan informasi yang akurat pada klien
Type pembedahan
Jenis anesthesi TUR – P, general / spina anesthesi
Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).

Persiapan orerasi lainnya yaitu :
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
Pemeriksaan Uroflowmetri Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
Pemasangan infus dan puasa
Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
Pemberian Anti Biotik
Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).
H. Periode Intra Operatif
1. Pengelolaan Keamanan:
a. Jaminan penghitungan kasa, jarum, instrumen dan alat lain, cocok untuk pemakaian.
b. Mengatur posisi pasien
- Posisi fungsional
- Membuka daerah untuk operasi
- Mempertahankan posisi selama prosedur.
c. Memasang alat grounding
d. Menyiapkan bantuan fisik


e. Pemantauan fisiologis
a. Mengkalkulasi pengaruh terhadap pasien akibat kekurangan cairan
b. Membandingkan data normal dan abnormal dari cardiopulmonal.
c. Melaporkan perubahan-perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah dan RR.)
f. Pemantauan psikologi sebelum induksi dan bila pasien sadar
a. Menyiapkan bantuan emosional
b. Melanjutkan observasi status emosional
c. Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada anggota tim.
g. Manajemen Keperawatan
a. Menyelamatkan keselamatan fisik pasien.
b. Mempertahankan aseptis pada lingkungan yang terkendali
c. Mengelola dengan efektif sumber daya manusia.
2. Anggota Tim Fase intraoperatif
a. Tim bedah utama steril
a. Ahli bedah utama
b. Asisten ahli bedah
c. Perawat instrumentator.
b. Tim anestesi:
a. Ahli anestesi atau pelaksana anestesi
b. Circulating nurse
c. Lain-lain (tehnisi, ahli aptologi dll.)
c. Tugas perawat instrumentator
a. Persiapan pengadaan bahan-bahan dan alat steril yang diperlukan untuk operasi


b. Membantu ahli bedah dan asisten bedah waktu melakukan prosedur
c. Pendidikan bagi staf baru yang berkualifikasi bedah
d. Membantu jumlah kebutuhan jarum, pisau bedah, kasa atau instrumen yang diperlukan untuk prosedur, menurut jumlah yang biasa digunakan. Untuk pelaksanaan kegiatan yang efektif perawat instrumen harus memiliki pengetahuan tehnik aseptik yang baik, ketrampilan tangan dan ketangkasan, stamina fisik, tahan terhadap berbagai desakan, sangat menghayati kecermatan dan memperhitungkan prilaku yang menuntaskan asuhan pasien yang optimal.
e. Tugas Perawat Circulating
Perawat keliling memegang peranan dalam keseluruhan pengelolaan ruang operasi, perawat ini dipercaya untuk koordinasi semua aktivitas di dalam ruangan dan harus mengelola asuhan keperawatan yang diperluikan pasien.
I. Periode Pemulihan Pasca Anestesi

Trauma bedah dan anestesi mengganggu semua fungsi utama sistem tubuh, tetapi kebanyakan klien mempunyai kemampuan kompensasi untuk memulihkan homeostasis. Namun klien tertentu berisiko lebih tinggi untuk mengalami kompensasi tak efektif terhadap efek merugikan dari pembedahan dan anestesi pada jantung, sirkulasi, pernafasan dan fungsi lain. Secara Umum Diagnosa Keperawatan yang muncul pada fase/periode pemulihan pasca anrestesi adalah :
a. Resiko terhadap aspirasi yang berhubungan dengan samnolen dan peningkatan sekresi sekunder terhadap intubasi.
b. Ansietas yang berhubungan dengan nyeri sekunder terhadap trauma pada jaringan dan syaraf.


c. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan samnolen sekunder terhadap anestesia
d. Resiko terhadap hipotermia yang berhubungan dengan pemaparan pada suhu ruang operasi yang dingin.
Kriteria umum syarat pasien dipindahkan dari ruang pemulihan pasca anestesi ke unit perawatan adalah sbb. :
a. Kemampuan memutar kepala
b. Ekstubasi dengan jalan nafas bersih.
c. Sadar, mudah terbangun.
d. Tanda-tanda vital stabil
e. Balutan kering dan utuh
f. Haluaran urine sedikitnya 30 ml/jam.
g. Drain, selang , jalur intravena paten dan berfungsi.
h. Persetujuan ahli anestesi untuk pindah ke ruangan.
J. Periode Post Operatif

Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
1. Airway: Bebaskan jalan nafas

Posisi kepala ekstensi
2. Breathing : Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan

Observasi pernafasan
3. Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada fase awal (6jam) paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat. Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus waspada terjadinya


perdarahan segera cek Hb dan lapor dokter, tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR segera lapor dokter, bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh bekuan darah terjadi retensi urine dalam buli-buli lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine yang keluar dari urobag. bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine jernih, bila perlu analisa gas darah apakah terjadi kepucatan, kebiruan. cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.
a. Pemberian Anti Biotika
Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.
Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.
b. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr. Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan
2. untuk melakukan irigasi/spoling
3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).

Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg
Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter. Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena mengalami ischemia. Tujuan pemberian spoling/irigasi :

1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ

Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas. Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tidak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri. Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.

TUR – P
Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 – 40 ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi nyeri spasme CBI
(Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin mencegah obstruksi atau komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya Ketika kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran normal Post TUR – P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris meningkat intake cairan minimal 3000 ml/hari membantu menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih. OPEN PROSTATECTOMY Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau pergerakan Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam Arterial bleeding urine kemerahan (saos) + clotting Venous bleeding urine seperti anggur traction kateter Vetropubic prostatectomy Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound infection, pelvic abcess Suprapubic prostatectomy